Masjid yang satu ini tergolong unik, antik, dan bersejarah: dibangun tahun 1500 – lebih dari 500 tahun usianya! Terdapat di Cirebon, Jawa Barat, syahdan masjid ini dibangun oleh warga Cirebon dan Demak di bawah pengawasan Walisanga. Bangunannya dirancang oleh Raden Sepat dari Demak, di bawah pengawasan Sunan Kalijaga.
Berbentuk bujur sangkar, luas masjid itu 625 m2. Bentuk tersebut sengaja dibuat untuk menyesuaikannya dengan konstruksi joglo masjid itu. Sedang nama Sang Cipta Rasa diberikan oleh Sunan Gunung Jati, karena ia menganggap masjid tersebut merupakan upaya pendekatan diri dengan Sang Pencipta, Allah SWT. Itu yang menyebabkan masjid ini benar-benar menggunakan nama Indonesia, bukan nama Arab seperti lazimnya.
Arsitektur masjid ini tampak masih sangat kuat dipengaruhi kultur “Hindu-Jawa”. Yaitu, menggunakan atap tumpang tiga dengan konstruksi joglo. Keseluruhan bangunan terbuat dari kayu jati, karena, saat pembangunannya, jenis kayu kuat itu sangat disukai dan merupakan salah satu bahan bangunan yang banyak sekali digunakan, terutama oleh kaum bangsawan. Kayu jati tersebut diperoleh dari Cirebon sendiri di samping didatangkan dari Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Alkisah, beberapa tahun setelah masjid ini dibangun, atapnya disambar petir. Karena itu atapnya yang semula berpola joglo diganti dengan atap limasan. Perubahan bentuk atap ini dikaitkan dengan paham yang menyatakan bahwa di hadapan Tuhan manusia adalah sama, apakah ia kaya atau miskin, bangsawan atau bukan.
Jika kita memasuki ruang shalat, akan tampak tiga buah ubin di depan mihrab – ubin pertama dari lubang mihrab. Ketiga ubin tersebut masing-masing dibuat oleh Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang, dan Sunan Kalijaga. Begitulah yang diketahui masyarakat Cirebon.
Bangunan masjid ini memang menyimpan sejumlah keunikan. Salah satunya adalah pintu yang terdapat di sana. Di samping pintu yang ada di sebelah kiri dan kanan masjid, terdapat juga delapan pintu lainnya. Orang harus berhati-hati saat masuk atau keluar melalui salah satu pintu tersebut, karena pintu-pintu itu kecil dan sangat rendah, sehingga terkadang orang harus berjongkok untuk melaluinya.
Mungkin, karena tuanya dan sarat menyimpan sejarah, lahirlah cerita dari mulut ke mulut yang tidak masuk akal atau sesuatu yang mistis sifatnya tentang masjid ini. Misalnya, ada orang yang mengatakan, Masjid Agung Sang Cipta Rasa dibangun dalam satu malam, yaitu dimulai setelah waktu isya dan selesai menjelang fajar. Dengan demikian masjid tersebut telah dapat digunakan untuk shalat Subuh.
Ada pula yang percaya, barang siapa melaksanakan shalat Jumat berturut-turut selama 40 kali di Masjid Agung Sang Cipta Rasa, nilai ibadahnya sama dengan ibadah haji ke Tanah Suci Makkah. Lalu, ada pula yang percaya, jika orang melaksanakan shalat Jumat di masjid ini, ia akan bertemu Nabi Khidhir atau Sunan Kalijaga.
Banyak jamaah dari kalangan wanita yang juga menyempatkan shalat di Masjid Agung Sang Cipta Rasa ini. Mungkin karena alasan lain yang mistis sifatnya. Misalnya, sebagai ikhtiar agar mudah mendapatkan jodoh, murah rezeki, atau semakin dikasihi suami, dan lain-lain. Wallahu’alam.
Di masjid ini dikenal pula apa yang disebut “adzan pitu” atau “adzan tujuh” menjelang shalat Jumat. Yang dimaksud, memang, adzan yang dibawakan oleh tujuh orang. Adzan pitu, yang kemudian menjadi tradisi di masjid tersebut, mempunyai legendanya sendiri.
0 comments:
Post a Comment